Pol-iga-mi
Pertanyaan dramatis yang selalu memerlukan jawaban panjang ya ini. 😂
"Gimana pendapatmu tentang poligami?"
"Ha? Pendapatku tentang poligami?"
"Iya, pendapat kamu?"
Kurang lebih begitu percakapannya. Setelah sebelumnya pertanyaan itu ditanyakan kawan-kawan dari Malaysia saat kami di Brunei, tiba-tiba pertanyaan itu ditanyakan lagi oleh salah satu pendamping di yayasan tempatku magang. Saat itu, aku bersama kakak tingkatku perempuan yang berbeda "organisasi" denganku. Kami ditanyai dengan pertanyaan yang sama.
Dan jawabanku tetap sama seperti sebelum-sebelumnya: aku secara pribadi setuju, membolehkan, dan bersedia. Aku tidak akan mengutip ayat apapun di sini, aku hanya akan menggunakan logika sederhana yang aku percaya.
Pertanyaan selanjutnya ketika aku menjawab begitu sudah bisa ditebak kan? Ya!
"Kenapa?"
Setiap orang memiliki alasan masing-masing ketika memilih sesuatu. Setuju atau tidak setuju itu terserah, karena pasti ada alasannya. Alasan yang diyakini seseorang belum tentu diterima oleh orang lain, karena perbedaan nilai yg dianut, tentu saja. Tapi biarkan aku memberikan penjelasan sederhana tentang hal ini...
1. Dalam agamaku, agama Islam, tidak ada larangan untuk melakukan poligami. Dan Rasulullah SAW pun melakukannya. Namun, Rasulullah SAW memberikan syarat bahwa sang suami harus orang yang sholih dan tentu saja harus bisa bersikap adil. Lalu, Rasulullah SAW juga mengajarkan bahwa landasan berpoligami adalah untuk beribadah dan demi membantu perempuan yang dinikahinya. Bukan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu. Jadi, ketika memang laki-laki bisa meneladani sikap Rasulullah SAW, ya sah sah saja kan berpoligami?
2. Ketika point 1 sudah clear, selanjutnya adalah bagi perempuan atau istri yang dimadu. Istri yang dimadu akan mendapatkan hadiah pahala menuju surga. Bukankah perempuan yang ikhlas dimadu akan mendapatkan ganjaran masuk surga melalui pintu mana saja yang disuka? Lagi-lagi aku minta maaf, seperti yang kukatakan di awal, aku tidak akan menyertakan ayat apapun di sini. Hal yang kusampaikan di sini adalah pengetahuan umum, boleh jadi kita sudah sama-sama tahu. Ganjaran menuju surga itu sudah sangat cukup menjadi "alasan" bagi perempuan untuk bisa ikhlas "berbagi" suaminya.
3. Lanjutan dari point 2 adalah sangat sederhana. Begini. Ketika memang aku merasa bahagia dengan suamiku, kemudian apa salahnya jika aku berbagi kebahagiaan atau memberi kesempatan perempuan lain untuk merasakan kebahagiaan yang sama denganku? Tidak salah kan? Memang akan ada dinamika yang berbeda. Namun, ketika tujuan menikah adalah memang untuk beribadah kepada Allah, dinamika itu tetap bisa dilewati dengan bahagia.
Memang, tidak semua perempuan akan ikhlas dan mau. Itulah kenapa kawan-kawan Malaysia waktu itu langsung memberikan berbagai argumen bantahan kepadaku. Dan bukan cuman seorang dua orang. Mereka berkoloni dengan kawan-kawanku Indonesia turut ambil suara memberikan kontra. Tapi, lagi-lagi kukembalikan jawabanku kepada tiga poin tersebut, sampai mereka menyerah, tapi tak mau merasa kalah, akhirnya teralihkan dengan bahasan lain yang lebih mudah.
Kali ini yang bertanya adalah pendamping yayasan itu, laki-laki. Aku tersenyum karena ternyata kakak tingkat yang bersamaku sangat sepakat dengan jawabanku, walaupun dia masih memunculkan "tapi, semoga tidak terjadi". Hehe. Dan, respon pendamping itu cukup bijak. Beliau mengatakan bahwa memang poligami tidak dilarang, tetapi ketika dihadapkan pada pilihan mau poligami atau tidak, dengan tegas dia menjawab tidak mau. Karena poligami ibarat jas hujan, katanya. Kalau digunakan tidak dalam keadaan hujan deras yang mengharuskan kita tetap maju, memakai jas hujan akan menjadi tidak nyaman, juga mungkin malu dilihat orang, walaupun demi kebaikan pemakainya (untuk jaga-jaga agar tidak basah). Interpretasikan sendiri pada konteks poligami! Ini juga pendapat beliau. Pendapat orang lain belum tentu samaaa.
Jadi, bagaimana? 😁
Komentar
Posting Komentar