Orang Tua dan Agama
Artikel ini hanya komentar pribadiku. Poin pokoknya tetap terletak pada dua gambar di atas. 😎
Aku membayangkan bagaimana ekspresi si anak (Aa' Fahmi) setelah membaca status Ayahnya itu. Sebenarnya kalau melihat langsung, aku sebagai observer pingin banget ketawa karena ekspresi lucunya.
Seperti saat itu, yang kusaksikan adalah pemandangan si Aa' sedang asik bermain PS, sedangkan waktu itu sudah memasuki waktu sholat Dhuhur. Sang Kepala Rumah Tangga, sekaligus dosen kami tersebut sudah siap menjadi imam jamaah untuk 30 an orang di rumah besarnya. Kami pun silih berganti mengambil air wudhu bersiap sholat Jamaah. Saat mengajak si Aa' sholat, si Aa' hanya mengatakan "Iya, sebentar Abi" dengan tetap fokus pada permainannya. Entah magnet apa yang membuat Aa' tiba-tiba menoleh, menyaksikan ekspresi Abinya yang mungkin terlihat sedih, dan seketika Aa' langsung meletakkan permainannya, beranjak ke kamar mandi mengambil air wudhu dengan ekspresi yang menggemaskan. Antara ekspresi anak-anak yang memelas, dicampur rasa bersalah, dicampur rasa seolah ingin membela diri, dan akhirnya meminta maaf karena merasa khilaf. Aku masih bisa menahan tertawaku, tapi tidak dengan beberapa orang di situ.
Keluarga beliau adalah keluarga yang sangat menjunjung norma agama. Kehangatan dan keberfungsian keluarga pun sangat terasa. Mendidik anak-anak menjadi anak-anak hebat, karena di usia mereka saat itu, mereka memiliki ilmu dan pemahaman yang jauh lebih besar daripada aku dalam banyak hal. Aku kagum dengan pola interaksi antara Umi (istri pertama) dan juga Bunda (istri kedua) kepada anak-anaknya. Hangat, menjadi pelipur rinduku kepada Emak di kampung halaman saat itu. Beliau berkali-kali menekankan kepada kami, agar selalu semangat menuntut ilmu, di manapun dan kapanpun. Beliau juga menekankan kepada kami, agar selalu berusaha menomor satukan Pemilik Segalanya, di atas semua hal. Kami, khususnya aku, belajar banyak hal dari keluarga ini.
Komentar
Posting Komentar