Ceria bersama Mereka


"Mbak Nisaaaaaa" kudengar teriakan mereka saat melihatku lewat melintasi gerbang untung memarkir motor. 
"Oi ada Mbak Nisaaaak" ada sahutan lain
Belum genap aku memasang standart motor, belum selesai aku mematikan mesin, mereka sudah berlarian berkerumun keluar "batasan (read: gerbang shelter)" mereka. Mereka mengelilingiku berebut bersalaman satu per satu. Mereka tak peduli aku belum turun dari motor, dan seperti biasa, dengan sangat antusias bertanya ini itu, bercerita ini itu, bersamaan. Ya, bersamaan. Dengan gayaku biasanya aku meletakkan jari telunjuk kanan di bibir dan telapak tangan kiri terangkat, aku menghentikan mereka mengoceh. "Ssssssssssssttttt! 
Bisa minta tolong cerita nanti aja? Aku bahkan belum turun dari motor."
Mereka langsung menyadari hal itu, mulai bubar, membukakan gerbang, dan bahkan ada yg langsung minta kunci dan memasukkan motorku. Ya, aku merindukan mereka. Merindukan keceriaan mereka, yang biasanya hadir sekali dalam seminggu. Ini sudah tiga Minggu, dan aku baru bisa mengunjungi mereka lagi. 
Setelah melepas jaket, meletakkan tas, minum air botol yang selalu kubawa ke manapun, aku duduk di sofa depan. Aku bertanya basa basi untuk update kabar, apa saja yang terjadi selama aku tidak ke sana. Dan ya, tiga orang sudah "move on", dan ada satu penghuni baru, seorang gadis kecil berusia 10 tahun. 
Ah iya, yayasan yang kudatangi ini adalah yayasan perlindungan perempuan yang berisi anak-anak "korban" kasus-kasus yang berurusan dengan kepolisian. Aku mengenal yayasan ini karena "amanah" dari dosen untuk menjalin silaturahmi, sekaligus jika ada anak yang berpotensi menjadi subjek skripsiku, aku bisa meminta bantuan yayasan ini. 
Sudah 5 bulan aku "bermain" di yayasan ini. Dan jika dulu awal aku di sini merasa begitu berat secara psikis, semakin ke sini, aku sangat menikmati.
Bayangkan saja, jika satu orang bercerita, yang lain ikutan dengan cerita lain dalam waktu yang sama. Atau, jika satu binaan mengadu tentang permasalahan binaan lain, mereka akan bersahut-sahutan membela diri dengan disertai umpatan2 Suroboyoan dan suara yang sangat keras. Aku tidak terbiasa. Ya, aku tidak terbiasa dengan situasi ini. Sehingga, untuk menyelamatkan diri dari anak2 ini, aku menggendong bayi mungil (selanjutnya kusebut keponakan cilik) yang saat aku ke sana, dia masih berusia 2 Minggu. Aku selalu mangkir dari cerita keseharian mereka dengan alasan mereka tidak boleh berisik - karena ada adik sedang tidur. Proses adaptasiku ternyata tidak memakan waktu lama, aku akan mengomel kalau mereka tidak bisa antri cerita. Ancamannya adalah mau bergiliran atau tidak usah cerita sekalian. Dan akhirnya untuk selingan, aku mulai mengajari berbagai pelajaran sesuai request mereka. Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, Agama Islam, PKn, pengetahuan umum, dan juga calistung dasar. Aku seorang diri, harus meladeni 8 anak mengelilingiku dengan berbagai usia dan tentu saja tingkatan soal berbeda. Mereka akan mendapatkan materi yang sama hanya di mata pelajaran Agama Islam, PKn, dan pengetahuan umum. Selebihnya, aku harus mempersiapkan soal-soal dari rumah dan mempersilahkan mereka mengerjakan langsung ketika aku di sana. 
Ya, hari ini aku berkunjung, keponakan cilik ku ternyata sudah berusia 5 bulan. Semakin berat ketika digendong, semakin tebal pipi maupun badannya, dan semakin menggemaskan untuk diuyel-uyel. Ah banyak cerita baru yang kudapat dari anak-anak hari ini, dari hal basa basi, sampai pembahasan mendalam. 
Sebenarnya tujuanku bukan sekedar bermain, tetapi karena memang ada tugas yang harus kukerjakan di sana. Jadi, sekali mengayuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Setelah tugas-tugas itu selesai, sembari menunggu hujan reda, aku bermain dengan keponakan cilik. Saat dia terlihat mengantuk, aku gendong lagi, kuayun perlahan sampai dia tertidur pulas, seperti biasanya.
Sudah menjelang ashar, aku mengomando anak-anak untuk sholat. Setelah itu, seperti biasa, ashar adalah tanda bahwa sudah waktunya aku pulang. Mereka tidak rela, bahkan pasukan kecil-kecil menarik bajuku "Kak, jangan pulang, tidur sini". 
Ah, kalian :3
Tetap saja aku harus pulang, menerjang gerimis Surabaya, melewati beberapa titik jalan yang masih tergenang air, dan yup! Begitulah mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibuk

Bapak

Adek