Salam Rinduku dari Ujung Utara Borneo

Seperti biasa, aku masih duduk di depan laptop, di balik jendelaku dengan crackers dan secangkir kopi. Istimewa kan?
Ya, kalau kamu pikir itu biasa saja, tak apa, bagiku ini sudah sangat istimewa. 
Kali ini aku hanya ingin menceritakan seseorang, ya, orang yang membuatku merasa menjadi orang yang disayang sekian lama. Aku tidak akan menyebut namanya. 
Biarkan aku memulai bercerita dari sosoknya. Dia laki-laki biasa, badan tidak terlalu tinggi, juga tidak ada yang mencolok darinya, kecuali hidung, sumpah aku iri haha. Oke lanjut. Penampilannya juga biasa, malah cenderung urakan ala badboy anak SMA. Saat itu tidak ada yang menarik kalau diperhatikan begitu saja. Tapi... Dia berhasil mendapatkan perhatianku sejak aku belum mengetahui namanya, yang jelas kita dipertemukan di kelas yang sama. Waktu itu pelajaran Kimia, di saat kami satu kelas masih celingukan nggak begitu paham materi tentang atom, waktu guru meminta kami menjawab soal, dia dengan santainya maju dan menulis jawabannya di papan, memang tidak jawaban yang sepenuhnya benar, tetapi dia waktu itu sudah menjawab cukup baik. Ok! Beberapa waktu kemudian aku baru tahu kalau dia sangat menyukai pelajaran kimia. 
Setelah itu aku tahu kalau dia suka bermain gitar dan sering main di kelas. Ya, memang bukan cuman dia, ada beberapa teman yang lain. Tapi entah kenapa aku merasa ada yang "menarik" dari anak ini. Dia juga anak yang hiperaktif, tak jarang dia menjadi pengrusuh di kelas. Tak jarang dia dihukum, bolos, keluar kelas sekedar untuk makan di kantin, merokok di pojokan sekolah, ya nakal. Kau tau, sejak dulu, aku anak yang kaku dan tak pandai bergaul macam dia. Aku anak yang cukup pendiam tapi aktif di beberapa kegiatan untuk mengisi hariku. Entah sejak kapan aku mulai sering berkirim pesan singkat dengannya. Entah sejak kapan aku mulai dekat dengannya. Dan entah sejak kapan, aku merasa dia menjadi orang penting di hidupku. Sampai aku punya pacar dan berganti pacar pun, dulu dia masih ada sebagai salah satu orang terdekatku. Ya, dia masih ada. Dia adalah orang yang paling dicemburui pacarku dan pacarku selanjutnya. Ya, tapi aku tidak begitu ambil pusing tentang pacarku. 
Setahun berlalu, dua tahun berlalu, aku sudah memutuskan tidak akan punya pacar lagi sampai aku siap menikah, dan kami hampir sampai di ujung SMA dan seleksi universitas. Sayangnya dia belum diterima di Universitas impiannya, sedangkan aku, walaupun aku gagal di kedinasan impianku, aku bersyukur masih ada universitas yang menerimaku di jalur undangan. Saat itu, guru BKku, sewaktu kami di rumahnya, Almarhumah Ibu Rahma berpesan padaku untuk "menghibur" nya, dan menemaninya sampai dia diterima di kampus. Aku mengangguk waktu itu dan memang melihatnya sedih itu cukup membuatku sedih, karena terbiasa melihatnya urakan di kelas.
Beberapa waktu berlalu, dia berhasil masuk di sekolah semi militer keselamatan penerbangan. Ya, dia berhasil masuk. Dia yang biasa bandel berambut panjang akhirnya harus digundul. Dia yang biasa urakan akhirnya harus menjadi pribadi yang nurut. Dia yang biasa melanggar aturan akhirnya harus patuh tunduk. Dia menjalani pendidikannya dengan baik, dia menjadi anak pintar, dan aku bangga padanya. Bahkan saat dia main ke rumah kosku dengan seragamnya, pemilik kosku langsung terkesan dan sampai aku boyong pulang pun beliau masih menanyakan kabar anak ini. 
Ya, kembali sebentar, beberapa waktu setelah kami menjalani pendidikan di Surabaya, ada acara semacam kampus Expo di SMA kami. Kami datang dengan pakaian kebanggan kami masing-masing. Dan kamu tahu apa yang membuatku mengingat momen ini? Dia menggandeng tanganku dan jalan ditengah keramaian untuk sekedar mampir di stan jajan dan beli. Aku mendapat komentar dari adik kelas kalau ternyata aksi itu cukup menjadi perhatian sesaat. hehe. Ya, momen selanjutnya adalah ketika pertama kalinya Almarhuman Bu Rahma melihatnya berseragam, beliau langsung memeluk anak ini dengan bangga. Gimana nggak terharu lihat adegan ini?
Ya, sudah berapa tahun ya dia menyimpan rasa itu? Dan bahkan setelah 3 tahun tak pernah bertemu, dia masih tetap bisa memandangku dengan cara yang sama seperti dulu, via video call. Pagi ini. Entah tanpa mempedulikan rasa, kami hanya saling bercerita dan bercanda. Dia masih tetap sama (setidaknya itulah yang aku rasa, dan aku berharap begitu nyatanya). Dan entah sampai berapa lama lagi. Kita tunggu saja....
:)
Salam Rinduku dari ujung Utara Borneo, untukmu, Captain!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibuk

Bapak

Adek