Ningku, Dewi Muflihah


Di seri hari ini, aku akan mengenalkan salah satu sepupuku, namanya Dewi Muflikhah, tapi panggilannya Leli, dan aku manggil dia Ning. Entah sejak kapan, kayaknya sejak aku SMP. Jangan tanya kenapa aku manggil dia pake sebutan itu, karena aku pun sudah lupa apa alasan sebenernya aku manggil gitu. Dia adalah alumni pondok pesantren Darul Ulum. Dia juga akhirnya menempuh pendidikan SMP dan SMA di lingkungan pondok. Kami sering ketemu ketika liburan sekolah. Karena sejak kelas 4 SD, setiap kali liburan sekolah, jadwalku selalu sama, main ke Mojokerto (ke rumah Nenek sekaligus main ke rumah Ning).
Okey, aku sama Ning punya selisih usia 2 bulan, itulah kenapa aku sama dia jadi cocok satu sama lain. Selain karena kita perempuan, kita juga sebaya. Sejak kami kecil, aku dan Ning sering dibuatkan Ibu baju kembaran, terutama saat hari raya Idul Fitri. Jadi, kalau kami sedang bersama dan memakai baju sama, banyak keluarga yang menganggap kami anak kembar. Bahkan ada keluarga yang tidak bisa membedakan mana aku dan mana Ning. Kami pernah bertanya satu sama lain, sampai kapan kira-kira kami akan terus pakai baju kembaran. Jawaban kami saat itu adalah mungkin ketika suami sudah tidak mengizinkan hehehe.
Saat SMP, keluarga Ning punya rejeki lebih, jadi saat itu aku diajak umroh bareng keluarganya. Baik kan? Aku juga nangis kok waktu tiba-tiba diajak gitu sama dia. Anak SMP kelas 3 yang masih ingusan, masih males-malesan, diajakin umroh. Pas di Makkah pun aku selalu bersama dia. Kita pernah tersesat, pernah hilang, pernah berjuang panas-panasan jalan jauh kondisi puasa buat dapetin air zam zam yang keluarnya cuman netes dan antri panjang banget, ah umroh saat itu adalah pengalaman hidup yang tidak pernah terlupakan.
Saat menjelang tahun akhir masa SMA, kami pernah bercerita tentang cita-cita masing-masing. Aku bercerita tentang betapa inginnya aku jadi dokter, dan Ning juga bercerita betapa inginnya jadi seorang Psikolog. Takdir yang membawa kita akhirnya “bertukar” mimpi. Ning diterima di Fakultas Kedokteran Gigi Unej, dan aku masuk di Fakultas Psikologi Unair. Pada awal-awal masa kuliah, kita masih belum begitu menikmati pendidikan ini. Tapi, seiring berjalannya waktu, ternyaa kami bisa melewatinya dengan baik dan saling mendukung satu sama lain.
Sejak kuliah, aku dan Ning sudah punya HP masing-masing (dulu jaman SMP-SMA Ning nggak punya HP karena “anak pondok”). Aku banyak bercerita ini itu dengan Ning, sekedar ngobrol ngalor ngidul saat kesepian, atau sekedar menggoda satu sama lain. Dulu kita penganut jomblo sejati, jadi nggak bisa curhat ke “pacar”. Walaupun aku yang mematahkan prinsip itu, aku masih sering menggodanya.
Saat ini, Ibuku semakin menganggap Ning sebagai salah satu anaknya. Jadi, apapun yang aku punya atau aku lakukan, pertanyaan berikutnya adalah Ningku gimana hehe. Ningku banyak ngajarin buat jadi perempuan kuat, sabar, pantang menyerah, dan “lurus”. Walaupun mungkin aku adalah adik yang nakal, usil, dan menyebalkan bagi dia. Tapi, aku sayang loh sama Ning, walaupun dia nggak pernah baca blog ini wkwk. Yaudah, gitu lah pokoknya. She is one of my best inspiration and motivation :3

#Nisa'scircleoflove

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibuk

Bapak

Adek