Kenalan sama Brunei Darussalam

Rasanya aku udah telat banget kalo ngeposting ini, tapi ya, sayang juga kalau nggak kuposting, berhubung dulu terlanjur kutulis. Aku nggak ngedit lagi, kuposting apa adanya langsung yak...

Hari ini aku akan menceritakan hari-hariku di Brunei Darussalam. Waktu aku nulis ini, aku lagi duduk di tangga balkon, ditemenin burung apa ya namanya lucu, warnanya hitam dengan paruh orange, dan tentu aja ngoceh kayak ngajakin aku ngomong tapi nggak ngerti (ini mah alay, nggak kok). Mereka punya sarang tepat 3 meter di depanku.
Aku tinggal di hostel, semacem asrama mahasiswa yang harganya murah, kau tau? BND 45 (Dollar Brunei Darussalam (read:Ringgit)) per bulan! Murah kan? Hitung aja, per Ringgit itu sekitar Rp 9500. Hmmmm suasananya sejuk, karena emang dikelilingi pepohonan mirip hutan yang lebat, apalagi kalau pagi-pagi gini. Buka jendela seolah kamu akan mendengar nyanyian alam di sela dengkuran tetangga sebelah kamar haha. Burung-burung, angin yang meniup dedaunan, bahkan monyet. Ya, monyet. Kau tau seberapa khawatirnya aku tentang monyet-monyet itu? Bayangkan saja, kau keluar dari gedung hostelmu disambut 3 monyet bebas. Belum lagi kalau lagi buka jendela, bisa-bisa mereka nongol dan masuk ke kamarmu. Oh My God! Nggak sih, aku belum ngalamin dapet tamu si monyet, aku belum berani buka jendelaku lebih tepatnya hehehe.
Okay, kuceritakan kisahku.
1.      Bahasa di Brunei Darussalam
Sejak pertama turun dari pesawat dan mengurus beberapa hal atau dokumen di petugas imigrasi, aku merasa cukup nyaman. Setidaknya mereka masih berbicara Bahasa Melayu, bukan bahasa planet lain yang tidak kupahami. Mereka menanyakan ini dan itu pun bisa kujawab dengan baik dengan bahasa campur Indonesia-Inggris, bahasa yang masih familiar di telinga orang Indonesia.. Setelah keluar, Oh senangnya aku menemukan tulisan “Welcome to Universiti Brunei Darussalam” yang dibawa seorang perempuan berjilbab yang kukira dia seumuranku. Aku langsung menyambutnya dan menyalaminya. Aku juga langsung memperkenalkan namaku dan teman-temanku (fyi, aku berangkat bertiga dengan Arum Sekarini dan Yessy Listyani).
2.      Tidak ada macet, polusi, klakson kendaraan nyaring, dan motor!
Okay, mereka langsung membantuku mengangkat barang-barang ke mobil dan kami pergi bersama. Mereka bercerita panjang, lebar, dan kami berbincang dalam banyak topik. Salah satunya tentang kawan kami yang sangat menyukai laki-laki China hahaha. Kau tahu bagaimana reaksiku sewaktu berada di jalan? “Lhoh? Tak de motor? And there is no traffic jam here?” Mereka cuman ketawa dan bilang kalau motor adalah kendaraan yang berbahaya. Ada sih, cuman tidak banyak dan memang persepsi masyarakat sini tentang motor itu nggak bagus lah. Itulah sebabnya kenapa hampir semua orang di Brunei Darussalam naik kereta (mobil). Okey, ini berbeda sekali dengan di Indonesia. Di mana banyak sekali pengendara motor. Mulai anak SD, cabe-cabean, orang kantoran, anak kuliahan, emak-emak pasang sen kiri tapi belok kanan, ya begitulah. Dan, oh My God! Jalan di sini mulus tanpa macet. Beda banget kan sama di Indonesia,  terutama di Surabaya yang selalu penuh kendaraan berlalu lalang. Ya memang karena populasi di Brunei Darussalam nggak begitu banyak juga sih. Walaupun di sini nggak ada program KB kayak di Indonesia (tiap keluarga bisa punya 13 anak wew), tetapi penduduknya masih terbilang sedikit. Hal lain yang bikin aku salut adalah, mereka saling menghormati antar pengendara. Tidak ada klakson nyaring di mana-mana. Mereka lebih sering mengalah dengan pengendara lain..
Setelah kami sampai di UBD, kami langsung check in ke hostel. Kau tau, berapa banyak barang yang harus kami angkut ke lantai 3 hostel? Haha ya, mungkin kalian bisa bayangin sendiri, ngalah-ngalahin atlet angkat beban. Awalnya pihak UBD bilang kalau kita di “second floor” eh ternyata lantai terbawah diitung “ground floor”. Haha, okay gapapa lah ya kita di lantai 3.
3.      Nasi Katok
Setelah kami sampai, mandi, teman-teman yang lain pada tidur nyenyak, dan aku? Ya aku masih sempet nata barang, ngerapiin kamar. Alhamdulillah, pas jam 12 siang ada yang ngechat aku dan ngajakin makan, namanya Syifa. Jauh-jauh hari kemudian, aku tau dia adalah coordinator divisi humas dan media di BPMFASS (Semacam BEM Fakultas di Faculty of Arts and Social Science. Dia langsung ngenalin aku “Nasi Katok”. Hahah, aku orang Jawa Timur ya, denger kata nasi katok itu sesuatu banget hahaha. Kau tau, “katok” di Jawa Timur itu artinya adalah celana dalam! Sorry, haha oke lanjut, ternyata nasi katok yang dimaksud di sini adalah nasi, ayam, sambel. Well, mungkin lebih familiar kalua kita sebut sebagai nasi penyetan atau nasi sambel.
4.      Bus adalah angkutan umum darat satu-satunya
Sebelum aku berangkat ke Brunei, aku sudah diingatkan kawanku dari UNISSA (Universiti Islam Sultan Syarif Ali) kalua setiap kepala di Brunei biasanya pada bawa kereta masing-masing, jadi jarang ada public transportation. Well alhamdulillah akhirnya setelah 2 hari di sini aku dapet salah satu kontak sopir bus yang bisa “menjemput” kalau aku mau belanja keperluan. Ya, di sini nggak ada public transportation kecuali bus, dan kalau lagi car free day ada becak berkeliaran di sepanjang jalur car free day (Bandarku Ceria). Oh, sorry, ada sih taxi, itupun kalau kamu mau mengeluarkan uang yang hmmm cukup mehong cyin!. Ada juga sih mobil, tapi harga sewanya 40 Ringgit per hari hohoho. 
5.      Supermarket
Sore, setelah istirahat sebentar, aku sadar aku nggak punya bahan makanan atau air sama sekali, Alhamdulillah ada yang nawarin ke supermarket. Kau tau, di sini nggak ada toko kelontong radius 3 kilometer dari asramaku. Well kalau butuh sesuatu atau bahan makanan, mau nggak mau harus ke Supermarket Giant atau ke Mall Gadong sekalian (Karena 2 tempat itulah yang paling “accessable” pakai bus. Kalau mau sih juga ada pasar malam. Tentang ini next time akan kuceritakan lebih lengkap yaaa!
Well, hari ini aku cukup bercerita tentang ini dulu, kusambung ceritaku di tulisan selanjutnya! Sukses buat kita semua ya! First impression for Brunei is great and peaceful country! I will proof it later!
Regards,

Yunisa Sholikhati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibuk

Bapak

Adek